BAPERS.ID – Langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menertibkan sejumlah bangunan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, menuai beragam tanggapan dari masyarakat dan tokoh daerah. Penertiban yang dilakukan pekan lalu ini mencakup penyegelan bangunan yang diduga tidak sesuai dengan peruntukan ruang kawasan lindung dan konservasi.
Sejumlah pihak mempertanyakan aspek prosedural dan koordinasi lintas instansi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa dalam proses penertiban, belum seluruh elemen pemerintah daerah seperti kepala desa, camat, dinas teknis, maupun Pemerintah Kabupaten Bogor terlibat secara aktif.
Tokoh masyarakat Bogor Selatan, Adi Prabowo, mengingatkan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam penataan kawasan strategis seperti Puncak. “Kami mendukung upaya pelestarian lingkungan, namun pelaksanaannya perlu mengedepankan koordinasi dan menghormati kewenangan daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang,” ujar Adi, Selasa (29/7).
Baca Juga:
Kapolsek Dramaga Tinjau Latihan Paskibraka, Ajak Siswa Beri yang Terbaik dan Jauhi Narkoba
DPW SPI Jawa Tengah Perkuat Organisasi Petani demi Keadilan Agraria dan Kedaulatan Pangan
Sebagai Ketua Umum Aspirasi Masyarakat Indonesia (AMI), Adi juga menyoroti dampak sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut terhadap pelaku usaha lokal. Ia berharap ada ruang dialog antara pemerintah pusat dan pemangku kepentingan di daerah sebelum kebijakan penataan dilaksanakan secara menyeluruh.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), Ajet Basuni, menilai bahwa pendekatan yang berbasis komunikasi dan keadilan spasial lebih dibutuhkan untuk memastikan penataan kawasan berjalan efektif dan berkelanjutan. Ia juga menyoroti pentingnya perhatian yang merata terhadap kawasan lain di Indonesia yang menghadapi tantangan lingkungan serupa.
“Penataan wilayah harus dilakukan secara konsisten di seluruh Indonesia, tidak hanya fokus pada satu titik. Kami berharap ada perlakuan yang adil dan proporsional antar daerah,” jelas Ajet.
Sementara itu, beberapa warga mengaku masih memiliki pertanyaan terkait objek bangunan yang disegel. Mereka berharap ke depan kementerian dan pemerintah daerah dapat lebih terbuka dalam menyampaikan dasar hukum dan kriteria teknis penertiban kepada publik.
Menanggapi hal ini, sejumlah organisasi sipil berencana mengirimkan surat permohonan audiensi kepada KLHK untuk menyampaikan masukan dan aspirasi secara langsung. Mereka menegaskan dukungannya terhadap upaya pelestarian lingkungan, dengan catatan agar dilakukan secara partisipatif, sesuai prosedur, dan menghormati prinsip otonomi daerah.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum memberikan keterangan resmi terkait teknis pelaksanaan penertiban dan pola koordinasi yang dilakukan dengan pemerintah daerah.
Rudy
Penulis : Rudy