CIBINONG, BAPERS.ID
Polemik mencuat terkait uang kompensasi yang diberikan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kepada sopir angkot jurusan Cisarua–Puncak. Pasalnya, oknum pejabat Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor diketahui telah mengembalikan sebagian uang kepada sopir angkot, namun tetap menimbulkan dugaan praktik korupsi.
Menanggapi hal ini, Ketua LSM Penjara PN, Dedy Karim, menyampaikan pandangannya melalui wawancara telepon pada Sabtu (5/4/2025). Ia menegaskan bahwa pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus tindak pidana yang telah dilakukan.
“Pengembalian uang sebelum penyidikan sering kali dianggap menghapus tindak pidana. Namun, menurut saya, baik sebelum maupun sesudah penyidikan, pengembalian itu tetap tidak menghapus perbuatan melawan hukum. Misalnya saya mencuri, lalu mengembalikan barang curian sebelum orang tahu, terus bebas begitu saja? Itu tetap tindak pidana,” tegas Dedy Karim.
Baca Juga:
RSUD Cibinong Bogor Luncurkan Layanan Kecantikan Profesional Beauty dan Esthetic Clinic
Belajar Kerupuk Ginseng hingga Membatik, Siswa Belanda Temukan Keunikan SMAN 4 Bogor
AKAN DILAKSANAKAN: PERTEMUAN SILATURAHMI SELURUH ANGGOTA PERSATUAN JANDA MANDIRI INDONESIA (PJMI)
Ia juga merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan pidana bagi pelaku korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 undang-undang tersebut.
Dilansir Kompas.com, seorang sopir angkot jurusan Cisarua, Wen (56), mengaku adanya dugaan pemotongan dana kompensasi. Para sopir awalnya diminta datang ke lokasi tanpa diberi tahu bahwa angkot akan diliburkan selama masa libur Lebaran 2025.
“Tadinya nggak ada bilang diliburkan. Cuma disuruh fotokopi STNK trayek, katanya bakal ada bantuan. Setelah dapat uang kompensasi, baru dibilang diliburkan,” ujar Wen di Kabupaten Bogor, Jumat (4/4/2025).
Wen menyebut, para sopir menerima uang kompensasi sebesar Rp1 juta dalam bentuk tunai serta paket sembako. Namun kemudian, mereka diminta menyetor Rp200.000 sebagai “iuran sukarela” untuk pengurus, seperti Organda.
Baca Juga:
Polisi Di Dampingi Intel Korem 061/ SK Kota Bogor Menggerebek Pabrik Uang Palsu Di Bogor
Forum Ormas Kota Bogor Gelar Aksi Damai Dukung UU TNI Disahkan DPR RI
Ormas Benteng Bogor Raya (BBR) dan Tokoh Masyarakat Bogor Dukung Revisi UU TNI
“Amplopnya dikasih di Pemda. Tapi kemudian dimintai Rp200.000 per orang. Alasannya untuk pengurus-pengurus,” kata Wen. Alhasil, uang yang benar-benar diterima hanya Rp800.000.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan di tengah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat berharap aparat penegak hukum bertindak tegas dan tidak membiarkan celah hukum yang memungkinkan pelaku lolos dari sanksi hanya karena telah mengembalikan uang.
“Kejujuran, dedikasi, dan komitmen dari aparat hukum sangat dibutuhkan demi terciptanya pemerintahan Kabupaten Bogor yang bersih dan transparan,” tutup Dedy Karim.
Penulis : Rudy